Senin, 25 Agustus 2014

Liliana Story

Liliana Roxel adalah gadis sederhana yang tinggal di tepi hutan. Umurnya kini sudah mulai menginjak 10 tahun. Liliana diurus oleh neneknya, Neneknya bercerita bahwa orangtua Liliana sudah meninggal. Tetapi beberapa bulan yang lalu, neneknya meninggal. Kini Liliana tinggal sendiri, tak ada lagi yang menemani hari-harinya.

Tetapi Liliana terus berusaha untuk menghidupi dirinya sendiri. Liliana mencari makan ke dalam hutan sendirian, dan saat malam tiba ia harus cepat-cepat tidur karena keadaan akan gelap gulita. Ya, di rumah Liliana tidak ada listrik ataupun penerang lainnya. Sebenarnya Liliana sangat kesepian, tapi ia tetap tegar menjalani hari-harinya.

“Lalalala…” Liliana bernyanyi sambil mencari makanan di hutan. Liliana tidak pernah takut akan binatang-binatang buas yang suatu saat bisa memakannya. Liliana justru bersahabat dengan binatang-binatang yang ada di hutan. Bruk!… Tiba-tiba Liliana terjatuh karena tersandung suatu barang. Hmmm… barang apa ya itu?
“Aduh… aku menyandung apa ya, sampai terjatuh seperti ini?” kata Liliana sambil memegangi kakinya yang berdarah. Liliana pun menghadap ke belakang untuk melihat apa yang ia sandung tadi. Liliana melihat sebuah topi, topi itu mirip dengan topi pesulap. “Hmmm… hanya sebuah topi yang aku sandung tadi, tapi kok aku sampai terjatuh?” kata Liliana.

Liliana yang heran mulai menghampiri topi itu. Tiba-tiba topi itu bergerak sendiri! Ia melompat kesana-kemari seperti meghindar dari Liliana. Liliana pun mengejar topi itu, dan berkali-kali Liliana sampai terjatuh. “Hei tunggu!” kata Liliana yang mulai kelelahan. Topi itu terus meloncat, hingga sampai ke rumah Liliana.

Napas Liliana terengah-engah karena mengejar topi itu. Saat sampai di depan rumah Liliana, topi itu terdiam. Liliana pun dengan segera menghampiri topi itu. “Nguk… kak… kik… kuk? (Ini rumah kamu?)” kata topi itu. “Umm… ya betul, memang kenapa?” kata Liliana. Liliana yang sudah terbiasa dengan bahasa binatang, ia mengerti juga bahasa topi itu.

Tiba-tiba topi itu melompat sangat-sangat tinggi dan mengeluarkan banyak barang. Bluk!… ada sebuah kantong kecil jatuh ke tangan Liliana. “Topi, kantong ini untuk apa?” kata Liliana bertanya dengan sangat ramah. “Kak… kik… (Coba buka),” kata topi itu. Liliana pun membuka kantong itu dengan perlahan-lahan.

Di dalam kantong itu, ia menemukan sebuah buku kecil berwarna biru muda, dan juga terdapat sebuah pensil kecil. “Untuk apa buku dan pensil ini?” kata Liliana. “Kak… Kik… Kuk.. Kak! (Coba kamu tulis apa yang kamu ingin ketahui!)” kata topi itu. “Apa ya?” kata Liliana. Liliana pun berpikir sejenak.
“Aha! Aku tahu!” kata Liliana. Liliana pun mulai menulis di buku itu. Ya, Liliana diajari membaca dan menulis oleh neneknya. Nenek Liliana memang benar-benar sayang pada Liliana cucu satu-satunya itu. Liliana menulis: Apa sebabnya mama dan papa meninggal?. Tiba-tiba dari buku itu keluar tulisan: Orangtuamu tidak meninggal, nak.
“Apa?!” Liliana terkejut ketika melihat jawaban dari buku itu. Liliana pun kembali menulis: Apa buktinya?. Buktinya, lihat sendiri nanti, jawab buku itu. Tiba-tiba buku itu pun menghilang entah kemana. “Aduh! Apa maksud buku itu?” kata Liliana yang mulai tidak sabar. “Kak? (Liliana?)” kata topi. “Ya?” “Kak… kik… kuk! (Jalan-jalan ke hutan yuk!)” ajak si topi.
“Hmmm… Ayo!” kata Liliana.

Topi dan Liliana pun berjalan-jalan ke hutan, tapi mereka tidak sadar bahwa sebentar lagi adalah ujung hutan. Ngekk!… “Bunyi apa itu topi?” tanya Liliana. “Kuk? (Apa ya?)” jawab si topi. Liliana dan topi pun berjalan ke arah sumber suara yang sepertinya ada di ujung hutan.

Saat mereka tiba di ujung hutan, mereka melihat mesin-mesin besar berwarna kuning sedang meruntuhkan pohon-pohon. Mesin-mesin besar berwarna kuning itu adalah mesin yang biasa dipergunakan untuk membantu pekerjaan bangunan. Mesin-mesin itu dikendalikan oleh manusia. “Apa?! Hutanku!” kata Liliana.
Hutan adalah pusat makanan untuk Liliana, maka dari itu Liliana marah hutannya dirusak. Topi yang ketakutan tidak bisa berbicara apa-apa. Liliana yang marah menghampiri para manusia yang mengendalikan mesin-mesin itu. “Kalian! Berani-beraninya merusak hutanku!” kata Liliana dengan sangat galak.
“Apa maumu? Kami akan berikan,” kata seorang pria yang sepertinya sangat terhormat di antara yang lain. “Aku hanya menginginkan satu hal, jangan rusak hutanku!” kata Liliana bersikeras. “Memang kamu tinggal disini?” kata pria itu lagi dengan nada sedikit mengejek. “Ya!” jawab Liliana dengan tegas.
“Mana buktinya? Perlihatkan padaku!” kata pria itu lagi. “Baiklah! Ayo ikut aku!” kata Liliana. Semua pegawai-pegawai dan pria itu mengikuti Liliana hingga sampai ke ujung hutan tempat rumah Liliana berada. Setelah sampai di rumah Liliana, pria tadi langsung menundukan kepala. “Inilah rumahku,” kata Liliana.
“Nak, siapakah namamu?” kata pria yang mengaku dirinya sebagai pemimpin, dan yang telah menantang Liliana untuk menunjukan rumahnya. “Namaku Liliana Roxel,” jawab Liliana. Pria itu terkaget ketika mendengar jawaban Liliana. Pria itu pun mulai mendekati Liliana.
“Nak, dahulu aku mempunyai anak yang namanya mirip sepertimu,” kata pria itu mencoba menjelaskan sesuatu pada Liliana. “Apa hubungannya denganku?” kata Liliana. “Ia juga tinggal di hutan ini, aku yakin itu adalah kamu,” jelas pria tadi. “Ah! Tidak mungkin! Nenekku bilang, orangtuaku sudah meninggal,” kata Liliana.
“Tidak, aku adalah papamu, dan mamamu sudah meninggal 1 bulan yang lalu,” jelas pria itu lagi. “Tidak mungkin! Kalau anda benar orangtuaku, kenapa anda membuang saya?” kata Liliana. “Kami tidak membuangmu, tapi nenekmu memaksa kami untuk menitipkan kamu padanya,” jelas pria itu.
“Benarkah?” kata Liliana. Pria itu mengangguk. Liliana pun memeluk pria itu. “Papa…” kata Liliana sambil menangis. Selama ini, Liliana belum pernah memeluk seorang papa. Ia hanya bisa membayangkannya saja. Semua menjadi terharu dan ikut menangis. Hari itu menjadi hari membahagiakan dalam hidupnya.

Ia pun ikut papanya pulang ke kota, dan memulai kehidupan baru disana. Bahkan, di kota Liliana menjadi seorang pelari cilik terhandal di seluruh kota. Ia menjadi pelari handal karena setiap hari, Liliana menyempatkan diri untuk berjalan kaki sejenak menuju taman kota yang sangat indah dan sejuk.

Sementara itu, sang topi menghilang karena tugasnya sudah selesai. Tugas topi itu adalah untuk mempersatukan lagi apa yang telah hilang, seperti kisah Liliana ini. Hari itu adalah hari yang paling hebat dan gembira bagi Liliana.

THE END

Cerpen Karangan: Cornelia Krisna Wijaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar