Senin, 25 Agustus 2014

Life Like Coffee

Tak ada yang spesial dari cafe berkonsep vintage di ujung jalan yang sibuk itu. Hanya sebuah bangunan kecil yang dindingnya dibiarkan tidak dicat dan tak pernah sepi pengunjung. Lalu apa yang menarik? Secara fisik, cafe itu biasa saja. Tapi bagi gadis yang tengah menyesap secangkir kopi di hadapannya ini, Grandma’s Kettle Cafe ini menyimpan hal yang spesial.

Flashback, 7 bulan lalu..
Charlotte, gadis yang kini tengah melirik jam tangannya, duduk sambil menikmati secangkir kopi yang tak biasanya ia minum. Menu favoritnya adalah cappucino. Tapi untuk kali ini, ia memesan americano latte. Sesuai permintaan lelaki yang baru saja mengirim pesan ke ponselnya. “Aku ingin pertemuan kita kali ini terkesan beda. Jadi pesan kopi yang beda juga ya..” itu isi pesan yang diterimanya kurang dari 5 menit yang lalu.

KRINGG~ bel di dekat pintu masuk berbunyi. Tandanya ada yang masuk ke cafe itu. Charlotte berbalik dengan bahagia. Tapi rasa bahagia itu runtuh. Pudar ketika melihat Andy, kekasihnya memasuki cafe itu bersama seorang gadis yang tengah menggamit mesra lengan Andy. Ah, mungkin itu sepupunya, pikir Charlotte. Pasangan itu semakin dekat hingga akhirnya berhenti di depan Charlotte.
“Char, ini Devy.” ucap Andy memperkenalkan Devy. Kedua gadis itu tersenyum ramah. “Dia calon tunanganku. Tunangan bisnis ayahku..” jelas Andy tertunduk.

DEG. Apa? Charlotte tidak salah dengar? Tunangan?

“Dy, buat apa suruh aku pesen kopi yang beda kalo gitu?” Charlotte setengah berkaca-kaca. Air mata di pelupuknya sudah banjir. Ingin meluap keluar.
“Char, aku gak pengen cappucino yang selama ini punya kesan baik buat kamu, jadi berkesan buruk gara-gara hari ini.. sorry ya Char..” kata Andy tertunduk.
“Oh gitu ya.. langgeng ya kalian..” Charlotte tersenyum meski sebutir air mata lolos menuruni lekuk wajahnya. Suara petir tiba-tiba terdengar. Langit seperti ikut merasakan apa yang Charlotte rasakan. Petir bagaikan teriakan kepedihan hati Chatlotte. Hujan yang kemudian membasahi langit malam itu mewakilkan air mata Charlotte yang tak bisa mengalir. Andy masih tertunduk. Entah menyesal, atau bingung.
“Pertunangannya malem ini. Aku harus pulang sekarang. Sampai jumpa Charlotte..” kata Andy kemudian berlari keluar cafe bersama Devy. Charlotte tertunduk. Mengutuk senyum yang ia sunggingkan tadi. Cappucino terkutuk. Americano latte terkutuk. Menu di cafe ini terkutuk!

“Permisi mba, masih lama gak urusannya? Cafe kita udah mau tutup..” kata pelayan di cafe itu. Charlotte tak berkutik. Tetap di tempatnya. Di posisinya.
“Mas, americano latte di sini terkutuk ya?” pertanyaan itu meluncur bebas dari mulut Charlotte membuat pelayan itu terbelalak.
“Maksudnya?” tanya pelayan itu.
“Sebelumnya, waktu saya pesen cappucino, hubungan saya baik-baik aja. Sekarang? Waktu saya pesen americano latte, pacar saya nemuin saya bareng tunangannya. Ada apa sih?” tanya Charlotte menatap pelayan itu.
“Namaku Daniel. Maaf kalo kesannya nyampurin urusan.. euhh..” Daniel menggantungkan kalimatnya. Meminta Charlotte menyebutkan namanya.
“Aku Charlotte. Panggil aja Charlie..” ucap Charlotte acuh tak acuh.
“Charlie, coba kamu minum americano latte ini.. langsung tanpa diaduk, apa rasanya?” pinta Daniel pada Charlotte. Charlotte menyesap cairan dalam cangkir kopi itu. Ia mengernyit.
“Pahit..” kata Charlotte singkat.
“Nah sekarang aduk, terus minum lagi..” Daniel tersenyum senang setelah Charlotte melakukannya sekali lagi.
“Manis.. jauh lebih manis..” kata Charlotte tersenyum kecil.
“Nah.. begitulah cinta. Sama kaya americano latte. Cinta itu ada masa-masanya hangat dan manis kaya kopi baru dibuat. Ada juga masa-masa pahit dan dinginnya kaya kopi yang dibiarin agak lama. Bukan kutukan kok, tapi itulah hidup..” jelas Daniel tersenyum senang. Charlotte tersenyum. Ia sadar satu hal. Daniel membukakan matanya. Menyingkirkan setiap pemikiran negatif yang memenuhi benaknya.
“Iya.. kamu bener juga, Daniel.. makasih banyak.. kalau udah beres, temuin aku di luar cafe ya..” kata Charlotte kemudian menenggak habis americano lattenya, meraih tas kulit putihnya lalu keluar dari cafe. Daniel melanjutkan aktifitas bersih-bersihnya.

Setelah selesai, mereka bertemu di depan cafe. Bertukar nomor ponsel dan terus bertambah dekat. Seiring waktu berjalan, mereka semakin dekat dan dekat.

Flashback off

KRINGG~ bel kecil di depan pintu cafe itu berbunyi. Seorang lelaki berkemeja biru muda dengan celana jeans panjang, nampak masuk ke cafe. Melempar senyum pada gadis yang menyambutnya dengan senyum.
“Udah lama nunggu, Charlie?” tanya Daniel duduk di seberang Charlotte.
“Belum sih.. baru 15 menit..” jawab Charlotte tersenyum, menyesap minuman dalam cangkir di depannya.
“Cie pesen cappucino.. berusaha memperbaiki memori ya?” canda Daniel.
“Ahaha.. gak juga. Filosofi soal hidup kaya kopi itu boleh juga, manager..” kata Charlotte tersenyum.
“Kamu yang bakal jadi bu managernya, Charlie..” kata Daniel menatap Charlotte dengan tatapan teduh. “Mau kan? Jadi bu manager bareng aku? Kita kelola Grandma’s Kettle Cafe bareng-bareng..” kata Daniel menggenggam tangan Charlotte. Membuat gadis berambut panjang itu tersenyum dan mengangguk. “Hidup ini memang kaya kopi. 7 bulan lalu, hidup kamu kaya espresso. Pahit, gelap, bikin gak bisa tidur. Tapi-” kata-kata Daniel terhenti ketika Charlotte tersenyum dan meletakkan telunjuknya yang lentik di depan bibir Daniel.
“Tapi sekarang kamu bikin hidupku semanis cappucino dan selengkap americano latte. Semuanya bercampur jadi satu dan saling melengkapi. Love you Daniel.. ” kata Charlotte balas menatap Daniel.
“Filosofi yang bagus.. hahaha.. love you too Charlie..” kata Daniel tersenyum.

“Hidup itu seperti kopi. Ada masanya saat itu terasa manis semanis cappucino. Ada masanya juga terasa pahit sepahit espresso. Membuat kita serba gelisah seperti caffein. Tapi ingatlah bahwa di dunia ini masih ada hal yang disebut cinta. Ada untuk melengkapi semuanya. Seperti menambahkan creamy foam di atas cappucino dan menambahkan gula pada espresso.” – Daniel & Charlotte, manager Grandma’s Kettle Cafe.

Cerpen Karangan: Vern Verena

Tidak ada komentar:

Posting Komentar